Kebiasaan sewaktu kecil kalau bangun tidur pasti carinya remote TV buat nonton kartun kesayangan. Rasanya ada yang kurang kalau gak nonton TV dulu sambil sarapan. Dari kecil, kita udah deket sama yang namanya TV. 

Seiring berjalannya waktu, teknologi semakin berkembang, persaingan antar industri televisi juga semakin ketat. Para pelaku industri ini mau gak mau harus bisa melakukan pengembangan strategi biar program yang tayang di televisi bisa dapat penonton yang banyak. Apalagi, bikin program yang menghibur, informatif, dan berkualitas memang perlu usaha yang cukup besar. Tapi, kalau program yang udah dibuat kurang dapat perhatian dari masyarakat, kenapa ya? Apakah programnya masih kurang bagus atau kebanyakan masyarakat kurang tertarik sama tayangan yang bisa membuat mereka pintar, atau televisinya menyasar segmentasi masyarakat yang terlalu sempit?

Kalau dibilang zaman sekarang udah serba digital, makanya jarang orang nonton TV. Sepertinya pernyataan itu kurang tepat, karena menurut Nielsen Television Audience Measurement (TAM) di Indonesia, pandemi COVID-19 membuat perubahan perilaku konsumen, termasuk dalam hal mengkonsumsi media. 

Durasi menonton TV masyarakat juga bertambah lebih dari 40 menit dan segmen anak-anak usia 5 sampai 9 tahun naik signifikan. Kekhawatiran soal media digital akan membunuh media konvensional juga dibantah Hellen Katterina, Executive Director Media Business Nielsen Indonesia. Hellen bilang, media digital justru untuk meningkatkan jangkauan pemirsa, karena setiap pemirsa punya preferensi media yang beda. 

Menurut riset Nielsen di The Relationship of Digital and Conventional Media, penetrasi audiens televisi masih paling tinggi dibanding yang media lainnya. Berita baik nih, buat industri televisi. Tinggal gimana industri televisi itu sendiri bisa meraih pasar yang besar, entah itu dengan melakukan transformasi atau hal lainnya. 

Banyak juga perusahaan yang melakukan transformasi untuk membuat perubahan biar kondisi perusahaannya bisa lebih baik. Kemal Effendi Gani, Group Chief Editor SWA bilang ada berbagai macam transformasi bisnis. Pertama, transformasi model bisnis dan portofolio bisnis. Di sini, perusahaan mentransformasi apa yang ditawarkan, menentukan pelanggan, jenis lini bisnis, dan lainnya.  Kedua, mentransformasi struktur organisasi sesuai kebutuhan pasar atau pelanggan. Ketiga, transformasi proses bisnis dan operasional perusahaan. Keempat, transformasi SDM, terutama mindset karyawan untuk ikut menjadi bagian perubahan mengikuti perkembangan bisnisnya dan penambahan skill baru biar sesuai dengan orientasi dan model bisnis baru perusahaan.

Mudah-mudahan kita menjadi bagian yang bersemangat mengembangkan transformasi untuk menjadi lebih baik dan kompetitif di tengah tantangan persaingan maupun perubahan saat ini mengantisipasi akibat pandemi dan disrupsi digital.  Digital bisa saja menjadi disrupsi angin perubahan yang menggangu, namun di sisi lain tentu bisa saja menjadi peluang yang mendukung perkembangan industri televisi. Tinggal pandai kita berkompromi dengan perubahan, menempatkannya menjadi lawan yang mengganggu atau kawan baik untuk kita tumbuh.

 

Penulis – Sarah Yulianti